Nulis Tanpa Batas

Nulis Tanpa Batas

lelaki terhebatku ke 2 setelah ayah

Minggu, 05 April 2015

Tentang laki" saya. Agus Azlan Syahputra

Laki-laki saya jarang sekali marah padahal suasana hati saya sering berubah-ubah. Jarang pula berbohong bukan karena dia tahu saya benci dibohongi tapi karena dia memang mendidik dirinya sendiri untuk selalu jujur.

Laki-laki saya selalu mengatakan saya cantik padahal saya tidak cantik. Dia selalu mengingatkan saya untuk makan padahal tak jarang saya jadi ngambek karena merasa disuruh-suruh. Laki-laki saya selalu bilang kalau isi kepala saya begitu menyenangkan baginya padahal saya sendiri sering mati bosan dengan hal-hal yang saya pikirkan. Laki-laki saya mampu membuat saya merasa cantik, merasa pandai, merasa percaya diri, dan merasa lebih baik.

Laki-laki saya mampu mematahkan kesedihan saya waktu saya menangis sesenggukan karena merasa terlalu tolol dan lemah dalam menghadapi kenyataan. Dia katakan bahwa saya kuat padahal saya sering menemukan diri saya tak berdaya dan menyerah pada keadaan. Dia mampu membuat saya percaya untuk menjulurkan tangan dan menerima bantuannya saat saya terjatuh dan malas untuk bangkit sendiri.

Laki-laki saya selalu mengatakan bahwa saya perempuan yang tegar padahal saya sering menemukan diri sendiri tenggelam dalam air mata kedukaan. Laki-laki saya tak pernah pergi waktu saya memintanya untuk menunggu. Laki-laki saya selalu ada meski saya pernah begitu marah karena kebencian yang entah datang dari mana.

Laki-laki saya selalu memaafkan meski saya sering menemukan kesalahan diri sendiri begitu memalukan. Laki-laki saya adalah kekuatan yang saya ingat saat saya begitu tenggelam dalam kelemahan. Dia pelita dalam keremangan. Rembulan di langit malam.

Saya pernah begitu marah pada diri sendiri karena merasa begitu tolol dan terlalu banyak cemburu. Laki-laki saya mau repot-repot meyakinkan bahwa saya tidaklah seburuk yang saya pikirkan. Saya pernah salah, dan laki-laki saya tak pernah menolak untuk membenahi. Saya pernah sakit, dan laki-laki saya tak pernah menghindar untuk menemani.

Ada malam-malam yang begitu menyakitkan waktu saya terlalu pengecut untuk menghadapi rindu yang tak pulang-pulang dari kepala saya, dan laki-laki saya meyakinkan bahwa saya tidak sedang rindu sendirian. Dia meyakinkan saya bahwa rindu yang menghampirinya sama bandelnya dengan rindu yang ada di kepala saya.

Laki-laki saya selalu mau repot mengabari saya tiap kali ia akan bepergian padahal saya selalu lalai memberinya kabar. Ia tak pernah marah, hanya sesekali sedikit lebih rewel menanyakan saya berada di mana waktu saya lupa memberinya kabar.

Laki-laki saya tak jarang memberi kejutan lewat tulisan, candaan, atau hadiah-hadiah kecil yang membuat saya sendiri malu karena sering lupa menghadiahi diri sendiri dengan hal-hal yang menyenangkan. Laki-laki saya penyabar yang membuat saya meniru kesabarannya. Dia tenang yang menenangkan. Laki-laki saya tahu kapan harus memperlakukan saya sebagai seorang adik kecil atau sebagai seorang perempuan dewasa yang dia butuhkan