Nulis Tanpa Batas

Nulis Tanpa Batas

saat MASIH indah

Rabu, 05 November 2014

Biar saya buka tulisan saya kali ini dengan “hai” agar tampak menyenangkan. Dan tak terlalu tampak bahwa saya sedang dalam keadaan yg tak baik.

Jadi..

Hai.

Jadi, apa rasanya jatuh cinta?

Masih ingat?

Menyenangkan ya?

Rasanya semua hal ingin kita lakukan bersama yang dicinta. Tertawa, bercerita, ngambek manja, minta jemput, semuanya. Tidak sulit rasanya untuk berbahagia. Sangat.. sederhana.

Tapi tidak untuk para pelaku LDR.

LDR atau Lali nDuwe Relationship Long Distance Relationship adalah sesuatu yang sulit. Sangat sulit. Saya dulu pernah menggoda teman saya yang LDR juga tentang perasaan sendirian dan kesepian yang tercipta karena ia hanya bisa melakukan semuanya sendirian padahal jelas-jelas ia punya kekasih. “Pacaran macam apa itu?”, goda saya kala itu yang disambut dengan omelan-omelan judes yang semakin sering ia luncurkan justru semakin membuat saya terbahak. Sialnya, tepat 5 bulan setelah saya menggodanya, saya justru menjadi pejuang LDR juga.

Memutuskan untuk menjadi pejuang LDR cukup memakan waktu yang lama bagi saya. Mencoba untuk mengesampingkan perasaan suka saya yang keterlaluan pada laki-laki saya, saya berusaha berpikir jernih dan logis mengenai konsekuensi apa saja yang harus saya jalani, risiko apa saja yang harus saya hadapi, dan semuanya benar-benar membuat saya lelah sendiri sampai akhirnya timbullah pemikiran gila yang mendorong saya untuk menjalani saja. Toh saya tidak sendirian dalam berusaha. Kelak, akan ada si laki-laki yang menemani langkah saya. Ada si laki-laki yang berjuang sama besarnya. Maka bermodal kepercayaan saya terhadap si laki-laki, saya memutuskan untuk menerima cintanya dan menjadi pejuang LDR.

Ini bukan kali pertama saya pacaran ataupun kali pertama saya menjalani LDR, tapi.. entahlah, saya rasa semua orang akan menemukan satu sosok yang membuatnya seolah baru saja mengalami jatuh cinta untuk kali pertama, dan laki-laki saya.. adalah orang itu. Saya merasa seperti baru pertama kali jatuh cinta, baru pertama kali berjuang segigih yang saya bisa, baru pertama kali merasa diinginkan sampai sebegininya. Sebut saya berlebihan, sayang.. Tapi saya memang merasakannya.

Maka, saya jalani hubungan LDR ini dengan keyakinan bahwa saya memang sanggup, bahwa kami memang sanggup.

Awalnya, hubungan LDR terasa begitu biasa karena memang saya terbiasa melakukan banyak hal sendirian sampai akhirnya saya mulai aktif menggunakan instagram dan path yang di timelinenya berceceran teman-teman saya yang pamer sedang ngedate dengan pacar-pacarnya. Ah.. Itu hanya sedikit memengaruhi hati saya.


Laki-laki saya adalah tipe manusia yang sangat.. sangat menyenangkan untuk diajak berdiskusi atau berdebat sebab ia adalah laki-laki yang cerdas. Pernah sakin Jadi begitulah.. Intinya, karena LDR, beberapa hal menjadi sangat tidak menyenangkan.
LDR tidak mudah, memang. Dan saya sudah katakan kepada diri saya sendiri bahwa saya perlu cepat-cepat merestock kesabaran tiap kali mulai merasa lelah.

 Saya tidak mau menjadi perempuan manja yang selalu menangis tiap kali merasa rindu.Tapi akan selalu ada satu momen saat saya menangis tersedu-sedu, terisak-isak memohon supaya rindu tidak terlalu jalang menggerogoti dada saya, dan bayangan laki-laki saya tidak terlalu jahat menggelayuti kepala saya.

Satu momen yang membuat saya kesulitan bicara dan hanya menangis saja.

Satu momen yang membuat saya kelelahan karena menangis hingga tertidur pulas.

Satu momen yang menunjukkan saya adalah perempuan yang cukup kuat untuk menahan rindu dengan tegar


Hujanlah sudah mata saya.

Berubahlah saya menjadi seorang anak perempuan kecil yang menggenggam erat lengannya, menangis sesenggukan, bersyukur sekaligus takut kehilangan dia.

0 komentar:

Posting Komentar